Selasa, 13 Desember 2016

Warung Kopi Purnama: Legenda Kota Kembang

Bandung sedang terik-teriknya saat saya sampai di Jl. Alkateri. Jalan sempit yang berada tepat di samping Hotel Golden Flower itu seolah menampilkan masa lalu Bandung. Bangunan-bangunan tua dari zaman kolonial masih berdiri apa adanya, tanpa terpengaruh geliat modernitas. Renovasi hanya sekadar pengecatan ulang dan penambalan tembok yang terkelupas, tanpa mengganti arsitektur aslinya.

Di tengah hiruk pikuk toko karpet dan gordyn itulah Warung Kopi Purnama berada. Bertahan menyajikan kopi untuk para pelanggan setianya, sejak delapan dasawarsa silam. Tak lekang oleh waktu.


Walau kini sudah 'ditasbihkan' menjadi icon heritage, otentik sebagai kedai kopi legendaris 'milik' kota Bandung, awal didirikannya kedai kopi ini adalah di kota Medan. Oleh pemiliknya; Yong A Thong, diberi nama "Chang Chong Se" (silahkan mencoba!), yang kemudian di tahun 1966 dirubah menjadi "Purnama", seiring dengan kebijakan pemerintah Indonesia kala itu yang melarang penggunaan nama-nama asing.

* * *
Kedai kopi tua itu selalu membuat jatuh cinta. Selalu hening, sederhana dan penuh nostalgia. Jauh dari keriuhan dan hiruk pikuk ala pemuda-pemudi masa kini.

Begitu pula Warung Kopi Purnama ini. Interior sederhana sejak tahun 1930 lalu, dengan kursi kayu jati dan meja marmer yang tersusun rapi, sungguh memesona. Foto-foto kota Bandung masa lalu, foto generasi pendiri warung, poster lawas, juga kliping liputan media, tergantung apik di sekeliling dinding.
Jendela besar dengan teralis kayu yang mengapit pintu, memberi 'rasa' Melayu pada kedainya. Sentuhan kekinian hanya diwakili dengan ketersediaan jaringan wi-fi.


Saya memilih duduk di meja dekat jendela. Walau ruang depan ini merupakan "smoking area", tapi suasana kedai siang itu yang tidak sebegitu ramai, juga kondisi langit-langit yang cukup tinggi, membuat ruangan itu tidak pengap akan asap rokok.

'Pemandangan tak biasa' namun selalu menyenangkan ketika berkunjung ke kedai kopi tua adalah interaksi antara manusianya. Gadget menjadi hal kedua. Terpinggirkan. Semua orang sibuk bercengkerama satu sama lain. Bertatap muka dengan rekannya, sambil membicarakan banyak hal. Menikmati kebersamaan yang sesungguhnya. Sesuatu yang mewah di zaman modern dengan segala tetek bengek kemajuan teknologinya ini.


Saya memesan secangkir Kopi Susu Panas. Walau Bandung siang itu begitu panas, menu itu bagi saya masih cukup 'manusiawi'.
Pahitnya pekat, berpadu dengan rasa manis yang khas. Pas. Nikmat nian. Secangkir kebahagiaan paripurna dari Kota Kembang.

Selayaknya kopitiam, kedai kopi ini pun tak lupa menyajikan Roti Selai Srikaya sebagai kudapan pendamping kopi. Saya memang tidak memesannya saat kesini, karena sudah terlampau kenyang ketika makan siang di RM Legoh sebelum kesini.
Minuman dan kudapan lain pun tersedia. Begitu juga menu-menu main course seperti gado-gado, nasi goreng worst, dan lain-lain.

Bandoeng Tempo Doeloe
Sama seperti Kopi Es Tak Kie, Warung Kopi Purnama pun tak bergeming dari Jl. Alkateri hingga sudah generasi keempat kini. Tidak mengikuti arah arus zaman, dengan pindah ke lokasi 'premium'.

Sajian yang nikmat dengan balutan nostalgia masa lalu, sudah cukup membuat para pelanggannya untuk selalu datang dan datang lagi. Menjadi tempat perhentian sementara, di tengah hidup yang penuh ketergesa-gesaan. Menjadi pelarian sejenak dari rutinitas keseharian.

sesekali mejeng dikit 😉


Tabe!



PS:
> Alamat Warung Kopi Purnama: Jl. Alkateri No. 22, Bandung (tidak jauh dari Mesjid Raya Bandung)
> Buka setiap hari: 06.30 - 22.00
> Telp: (022) 4201841
> Email: warungkopipurnama@gmail.com
> IG: @warungkopipurnama
> Peta:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar