Sabtu, 28 Januari 2017

50 Hal Yang Mungkin Bisa Ditemui di Taman Hutan Raya Djuanda

Tujuan saya ke daerah Dago Pakar di utara Bandung ini sebenarnya cuma untuk menyambangi kedai kopi yang sedang hits; Armor Kopi, yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Djuanda.
Namun, karena masih pukul satu siang saat saya sampai di lokasi kedai kopi itu berada, dan juga karena 'diharuskan' masuk terlebih dahulu ke dalam Tahura, saya akhirnya memutuskan untuk keliling dulu beberapa jam baru menuntaskannya dengan ngopi-ngopi asoy penuh khidmat di bawah naungan pohon pinus.

Awalnya kawasan ini merupakan bagian dari kawasan hutan lindung Gunung Pulosari (1912). Tapi, demi mengenang pahlawan dari Tatar Sunda, diabadikanlah kawasan ini pada tanggal 14 Januari 1985 menjadi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (*selanjutnya disebut Tahura Juanda saja), dengan harapan jiwa dan nasionalismenya akan menjadi suri tauladan generasi yang akan datang.

Menurut wikipedia, Tahura Juanda ini merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman. Luasnya mencapai 590 hektare membentang dari kawasan Dago Pakar sampai Maribaya.

Nah, selain tanaman dan pohon-pohon (selayaknya hutan) banyak hal yang mungkin bisa ditemukan di Taman Hutan Raya Djuanda, seperti yang berikut ini :

1. Curug Omas Maribaya

Ini adalah lokasi wisata yang mungkin paling utara dari Tahura Juanda, dengan ketinggian sekitar 30 meter, pada aliran sungai Cikawari. Di atas air terjun ini ada jembatan yang biasa dipakai untuk melintas serta melihat air terjun dari posisi atas.
Jaraknya sekitar 21 KM dari Bandung, tepatnya di sebelah timur Lembang (± 7 KM).

Untuk kesini bisa melewati Pintu I & II Tahura di Dago Pakar Barat (ditempuh dari arah Terminal Dago), Pintu III di Kolam Ahli (ditempuh dari arah PLTA Bengkok), atau Pintu IV di Maribaya (ditempuh dari arah Lembang) yang paling dekat dari Curug Omas Maribaya tersebut.

pic: cdn-finspi.com
2. Museum Ir. H. Djuanda

Ini mungkin sebagai pelengkap dari Tahura Juanda yang ditujukan untuk mengenang sang pahlawan nasional dari Ranah Sunda; Ir. H. Djuanda Kartawidjaja.

Di dalam ruangan berukuran 8 x 10 meter, tersimpan benda-benda kenangan beliau, juga berbagai macam penghargaan yang diterimanya seperti medali, kancing dan wings dari pemerintah RI dan berbagai negara.
Terdapat juga foto Pak Djuanda yang berukuran besar. Selain itu juga ada koleksi herbarium dan offset satwa serta artefak purbakala.

pic: www.jotravelguide.com [kiri]; www.thearoengbinangproject.com [kanan]
Ir. Raden Haji Djoeanda Kartawidjaja adalah Perdana Menteri Indonesia ke-10 sekaligus yang terakhir (9 April 1957 - 9 Juli 1959).

Jauh sebelum Ibu Susi Pudjiastuti 'memperjuangkan' hak para nelayan Indonesia akan kekayaan laut nusantara dengan menindak tegas para pencuri ikan dari negara lain sampai menghancurkan kapal-kapal mereka, Ir. Juanda dengan Deklarasi Djuanda-nya (13 Desember 1957) yang menyatakan bahwa laut-laut antarpulau pun adalah wilayah RI, menjadikan luas wilayah RI berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km2 menjadi 5.193.250 km2, sehingga kapal-kapal asing tidak boleh dengan bebas melayari laut Indonesia lagi seperti sebelumnya di zaman kolonial Belanda.

3. Karena penetapan kawasan Tahura Juanda ini ada peresmiannya, maka tentu saja di sini akan ditemukan semacam prasasti batu peresmian tersebut.

Tercatat di batu bulat tak sempurna tersebut-yang sayangnya bukan Bacan atau Pancawarna-Kebun Raya/Hutan Rekreasi Ir. H. Djuanda ini diresmikan oleh Gubernur Kepda Dt I Djabar; Brigdjen Mashudi, pada tanggal 23 Agustus 1965.


4. Goa Belanda

Pada awalnya, goa ini dibangun (1906) sebagai terowongan penyadapan aliran Sungai Cikapundung untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) oleh BEM (Bandoengsche Electriciteit Maatschappij).

Terowongan ini lalu beralih fungsi untuk kepentingan militer, di tahun 1918, dengan penambahan beberapa ruang di sayap kiri dan kanan terowongan utama. Yang lalu diperluas lagi menjelang Perang Dunia II (awal 1941), dan mendirikan stasiun radio komunikasi di sini sebagai pengganti Radio Malabar di Gunung Puntang.


Letak Goa Belanda ini sekitar 1 KM dari Pintu II Tahura yang ada di Dago Pakar Barat. Kalau dari Pintu I mungkin 1,5 KM. Jalan kaki juga bisa. Jangan manja 😝

5. Tebing Keraton

Wisata alam di utara Bandung ini sedang hits beberapa tahun belakangan. Dari atas tebing ini, kita bisa menyaksikan hijaunya pemandangan Tahura Juanda yang menghampar luas sepanjang mata memandang.
Katanya, akan lebih indah lagi ketika didatangi pagi-pagi buta. Kabut tebal yang menyelimuti hutan, ditambah sinar matahari terbit yang menyeruak, akan begitu memanjakan mata. Lebih lagi kalau ada yang manja-manja di balik dekapan.
Dekapan bapaknya 😝

pic: bintang.com
Cara menuju Tebing Keraton sama seperti mau ke Tahura Juanda/Armor Kopi, hanya saja setelah sampai Pintu I Tahura masih lurus terus (tidak usah masuk), nanti pas ketemu jalan bercabang (dekat warung) ambil kanan lewat Bukit Pakar Utara. Terus ikut jalan sampai ketemu Warung Bandrek. Tidak jauh dari situ ada cabang, ambil kiri, ikuti jalan terus sampai melewati pemukiman. Tidak jauh dari situ ada belokan ke kiri yang agak curam, ambil kiri. Kurang lebih 100 meter lagi akan ketemu gapura pintu masuk Tebing Keraton.

Tiket masuk Tebing Keraton mungkin 12.000 juga.

6. Armor Kopi

Ini alasan utama saya mendatangi Tahura Juanda.
Cerita lengkapnya silahkan klik di sini 👈 ingat warna hijau begini tandanya bisa diklik 😝


7. Goa Jepang yang dijadikan tempat foto pre-wedding


Seperti goa-goa Jepang pada umumnya, goa di Tahura Juanda ini juga difungsikan sebagai salah satu pendukung pertahanan Jepang yaitu tempat penyimpanan logistik, baik itu persenjataan dan amunisi lainnya serta sebagai tempat persembunyian tentara Jepang.

Di sini ada tiga pintu utama, dengan tiga lorong yang menghubungkan ketiganya. Luasnya sekitar 400 m2, sementara diameternya sekitar 4-5 meter, dengan ventilasi sekitar satu meter.
Dalam penelitian lanjutan, ditemukan indikasi adanya ruang hampa di bawah kantor Tahura yang terkoneksi dengan gua Jepang, yang disinyalir merupakan ruang utama goa sebagai tempat penyimpanan logistik (www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2016/05/19/goa-besar-tertimbun-di-tahura-369497).

8. Ada yang lucu di samping pohon pinus 😉

Neng Lutchu!
9. Rusa Timor unyu yang tak enggan untuk difoto


Di Tahura Juanda ini ada tempat penangkaran rusa asli Indonesia itu, yang bernama latin Cervus Timorensis.
Sama seperti anak-anak MTMA, di alam bebas, rusa ini juga menyukai pantai, padang rumput, semak belukar dengan pepohonan, dan dapat tinggal di dataran tinggi hingga 900 mdpl. Bedanya, saat 'traveling' rusa ini tidak memakai baju bertuliskan My Trip My Adventure dengan logo NatGeo disampingnya 😝

Selama menjelajah, rusa ini membuang berbagai biji buah-buahan yang dimakan, sehingga membantu penyebaran berbagai tanaman.

10. Kopi Tubruk beraroma jeruk dengan sensasi coklat racikan de Velaz Coffee House


Kedai kopi ini ada di samping/depan Armor Kopi. Namanya entah de Velaz, atau Jungle Preanger Coffee seperti cap di nota pembelian yang saya terima.

Suasananya lebih hening dari Armor Kopi, karena tidak begitu ramai pengunjung (setidaknya saat saya di sana waktu itu). Menyeruput kopi menjadi lebih syahdu di sini.

11. Pasang

Tanaman bernama latin Quercus Sp. ini ditanam bersama-sama oleh Ibu Tien Soeharto (istri Pak Harto), Pak H.M. Soeharto (suami Bu Tien), Ibu Juanda (Istri Pak Juanda) dan Pak Ismail Saleh, SH (Jaksa Agung), pada tanggal 14 Januari 1985.

Inilah bukti adanya budaya gotong royong di negeri kita 😁


12. Pria menggemaskan yang sedang selfie di pinggir jurang

Karena selfie adalah kebutuhan! 😝

demi menghindari isu hoax 😉
13. Sekumpulan pemudi-pemudi harapan bangsa di bawah Monumen Ir. H. Djuanda

Mudah-mudahan sepulangnya dari sini, mereka bisa meneladani jiwa dan nasionalisme sang mantan Perdana Menteri, seperti tujuan diabadikannya Tahura Juanda ini.
Tidak harus dengan membuat deklarasi seperti beliau, atau menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing seperti Bu Susi Pudjiastuti, tapi minimal buang sampah pada tempatnya atau tidak boncengan bertiga pakai motor matic saja sudah cukup.


Ir. H. Djuanda Kartawidjaja wafat di Jakarta, 7 November 1963 (lahir: Tasikmalaya, 14 Januari 1911), karena serangan jantung dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 244/1963, beliau diangkat sebagai tokoh nasional/pahlawan kemerdekaan nasional.

14. Trio Air Terjun

yaitu Curug Koleang, Curug Kidang dan Curug Lalay.
Letaknya tidak terlalu jauh. Masing-masing hanya sekitar 1,1 KM, 2 KM, dan 2,5 KM dari lokasi Goa Belanda berada.

*maaf fotonya tidak ketemu. hehehe


15. Penjual jagung bakar

Walaupun tidak sebanyak di sepanjang jalan raya Puncak, tapi lumayan untuk sekedar mengisi perut yang mungkin saja lapar setelah keliling-keliling Tahura Juanda ini.


16. Pohon Sosis

Nama latinnya: Kigelia aethiofica Decne, dari famili: Bignoniaceae, yang berasal dari Amerika Tropis.
Pohon ini bisa ditemui di depan prasasti batu peresmian Tahura Juanda, yang tidak jauh dari Monumen Ir. H. Djuanda berada.

Sepertinya tidak ada hubungannya dengan makanan bulat panjang yang iklannya selalu ada atlit-atlit perebut medali itu. Tapi kalau penasaran, silahkan melakukan riset sendiri. Jangan ajak-ajak keluarga atau teman. Kasihan mereka.

ada yang mau makan sosis?
17. Prasasti sejarah dalam Goa Belanda

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, goa ini dibangun sekitar tahun 1906.
Nah, yang menjadi pertanyaan, kenapa di tahun itu ada MANUSIA BATU yang membuat prasasti ini? Padahal mereka sudah dinyatakan punah sejak puluhan ribu tahun lalu.
Mungkinkah ada kesalahan penelitian atau ada 'typo' pada catatan sejarah?
Lalu apa arti dari prasasti ini? Apakah ada pesan tersembunyi dibaliknya?
Dan buat apa MANUSIA BATU membentuk Jony Squad? Apa ingin melawan Suicidal Squad-nya Will Smith dkk?
Juga kenapa prasasti ini tidak ditulis di batu atau lempengan logam atau daun, seperti biasanya?
Pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan riset mendalam oleh para ahli Epigrafi untuk menjawabnya.

apa ya artinya?
PS: untuk melihat 'prasasti sejarah' ini, kalian harus bawa senter, karena dalam gua memang sangat gelap. Abaikan tawaran senter dari para 'penunggu' di depan gua, karena perjalanan yang sebentar tadi akan 'berbuah' biaya sewa senter sebesar 30ribu rupiah. Walau waktu itu saya cuma kasih 10ribu, tapi tetap saja itu SAKIT tau.

18. Seekor anjing lucu yang sayangnya tidak dirawat dengan baik oleh pemiliknya. hiikz!


19. Wisata Hammock Tahura

Bagi yang ingin berleha-leha sambil foto-foto ala IGO hits di Instagram, silahkan kesini. Adanya persis di sebelah kanan setelah masuk Pintu I. Tidak jauh dari Armor Kopi.
Biaya untuk 'bergelantungan' di sini sebesar 20ribu rupiah. Sebagian hasil pendapatan dari wisata hammock ini akan didonasikan ke program lingkungan. Jadi kalian bisa hits, tapi juga mendapat pahala, sehingga bisa suci tanpa noda seperti kata Awkarin & Young Lex.


20. Dua sejoli yang sedang dimabuk asmara, berpelukan sepanjang jalan kenangan, menikmati udara Tahura Juanda yang adem-adem manja.


21. Batu Batik

Kenal Dayang Sumbi kan?
Itu si ibu-ibu geulis yang bersuamikan Tumang; si anjing. Yang lalu dikejar-kejar ingin dinikahi oleh Sangkuriang; anaknya sendiri.

Nah, batu ini disebut juga Batu Selendang Dayang Sumbi.
Tapi bukan karena selendangnya durhaka lalu dikutuk ibunya. Batu ini merupakan aliran lava yang membeku, yang membentuk alur-alur seperti motif batik.

pic: travel.detik.com
Jaraknya hanya sekitar 2,3 KM dari Goa Belanda. Silahkan disambangi. Tapi tolong jangan dicungkil buat bahan batu cincin ya! 😉

22. Mahoni Uganda yang besar, keras, berurat & menjulang tinggi

Di Tahura Juanda ini ada sekitar 2.500 jenis tanaman, yang terdiri dari 40 familia & 112 species.
Pohon dari Afrika Tropis ini salah satunya, yang cukup banyak ditemukan di sini. Termasuk dalam famili; Meliaceae, dengan nama latin; Khaya anthotheca C.Dc.


PS: yang bingung dengan pembagian famili & species itu, silahkan kembali ke SMP lagi 😉

23. Ada yang ngopi-ngopi berdua penuh cinta di bawah pohon pinus


24. Pemuda harapan bangsa, yang sepertinya berat sekali beban hidup yang dia tanggung


25. Jembatan biru yang dijadikan tempat foto pre-wedding

Oleh pasangan calon pengantin, fotografer, dan mbak-mbak tim hore yang sama seperti di Goa Jepang.


26. Curug Dago dengan Prasasti Raja Thailand

Air terjun mungil yang dulu membuat saya bolak-balik mencari di sekitar Terminal Dago ini juga masuk dalam Kawasan Tahura Juanda. Lokasinya jauh sendiri. Tidak perlu harus sampai ke Dago Pakar Barat.
Jalan menuju curug ini tidak jauh dari Terminal Dago. Silahkan baca di sini [👈 klik ya], untuk cerita lebih lanjutnya 😉



27 - 50. Kata nenek saya; "spoiler itu DOSA....!!!"

Jadi nanti cari sendiri ya kalau sudah sempat mengunjungi Tahura Juanda ini.
Biar penasaran!



Tabe!



PS:
> Kunjungan ke Tahura Juanda bisa setiap hari: 08.00 - 18.00.
> Biaya masuk Tahura Juanda: 12rb/orang (per September 2016).
> Angkot menuju Tahura Juanda (Pintu I)/Armor Kopi Bandung: naik angkot apa saja yang arah Dago. Turun di terminal. Dari Terminal Dago sekitar 1,5 KM. Bisa naik ojek. Jalan kaki juga dekat (kalau sanggup).
Angkot yang Kalapa - Dago kadang suka antarin sampai pertigaan Jl. Dago Pakar Barat (ditanya saja ke sopir), baru lanjut jalan kaki (kalau mampu) atau pakai ojek. Dari situ sekitar 600 meter lagi.
*sayang, Armor Kopi & de Velaz Coffee House/Jungle Preanger Coffee sudah tutup per Oktober 2016 lalu karena masalah perizinan 😓

Sabtu, 21 Januari 2017

Kupi Ame Ruti di Kantor Bea Cukai

Secara umum, konsumsi kopi di weekday itu sepertinya didominasi oleh para pekerja kantoran, baik swasta maupun negeri. 'Sifat' kopi yang menenangkan, memang pas untuk menghilangkan mumet. Seperti saya yang juga mulai 'terjerumus' ke kopi-dan meninggalkan susu-setelah kerjaan di kantor mulai membuat kepala pusing tidak terkira.

Bahkan sekarang sudah banyak orang yang memilih kedai kopi untuk menjadi tempat rapat dengan klien atau partner bisnisnya.


Nah, mungkin karena hal itulah Kupi Ame Ruti ini dibuat. Strategi 'jemput bola' yang sungguh jeli, dan tentu saja baik buat para pegawai Bea Cukai. Setidaknya pegawai yang mau ngopi sehabis makan siang, tidak perlu jauh-jauh lagi mencari kedai kopi, jadi tidak harus terlambat masuk saat jam istirahat sudah selesai. Kalau sudah seperti itu, orang-orang seperti saya tidak akan lagi memberi label "PNS Magabut" 😝


Awal saya tahu kedai Kupi Ame Ruti ini karena iklannya yang tiba-tiba muncul di timeline Facebook saya. Tentu saja langsung saya cari informasinya. Dan berita bagusnya adalah kedai ini tidak dikhususkan untuk para pegawai Bea Cukai saja, tapi siapapun bisa datang untuk minum kopi di sini, termasuk para pengikut Kanjeng Dimas Taat Pribadi sekalipun.
Seperti kata mimin akun Instagram mereka, "kopi enak adalah hak segala rakyat".

Memanfaatkan teras sebuah gedung (Dharma Wanita kalau tidak salah), kedai kopi ini kecil saja ukurannya. Meja yang tersedia pun sepertinya tidak sampai sepuluh (kalau tidak salah lagi). Namun, walaupun semi outdoor, tapi udaranya tetap adem karena dikelilingi pohon-pohon rindang. Apalagi kalau sudah sore, seperti saat saya datangi waktu itu.

Menu yang ditawarkan pun cukup beragam, kecuali makanannya yang memang hanya tersedia dua varian roti bakar yaitu Satu Rasa dan Dua Rasa. Untuk kopinya, selain Espresso, Americano, Cappuccino dan lainnya (hot-cold), bisa juga mencoba manual brew yang juga tersedia di sini, yaitu dengan V60, Frenchpress, atau Tubruk biasa, dengan Single Origin yang bisa ditanyakan langsung ketersediaannya saat itu.

menu kupi ame ruti
Toraja. Tubruk
Roti Bakar Dua Rasa (srikaya + coklat)
Silahkan arahkan kendaraan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Jl. Jend. Ahmad Yani (By Pass), Rawamangun, Jakarta Timur. Kalau yang pakai angkutan umum, naiklah bis Transjakarta dan turun di Halte Ahmad Yani Bea Cukai.
Letak kedai Kupi Ame Ruti ini ada didalamnya, tepat di sebelah kiri Gedung Papua (bisa dilihat di foto menu di atas).

Ke Pasar Pagi, beli burung merpati
Nyok dateng gih...ke Kupi Ame Ruti
😁


Tabe!



PS:
> Kupi Ame Ruti buka setiap Senin - Jumat: 06.30 - malam
> Reservasi & pesan ambil sendiri di: 0813.8232.7374
> IG: @kupiameruti
> Peta: gak usah lah ya. alamat kantor jelas gitu juga 😝

Sabtu, 14 Januari 2017

Armor Kopi di Tengah Hutan Bandung

Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hatiku yang hampa lara

Senyum membawa tawa
Tawa membawa cerita
Cerita kasih indah tentang kita

Itu adalah sepenggal lirik lagu Berawal Dari Tatap-nya Yura Yunita, salah satu lagu non reggae yang saya suka dengarin.

Tidak ada hubungannya memang dengan artikel tentang kedai kopi di Bandung Utara ini. Hanya sama-sama ada kosakata "berawal dari" saja. hehehe

Jadi, berawal dari postingan Instagram teman saya (yang tidak saya kenal karena saya cuma follower-nya dia 😁) tentang kedai kopi ini, saya jadi penasaran untuk menyambanginya.
Kesempatan itu pun datang tidak terlalu lama. Kantor memang sungguh mengerti aku 😝, dengan memberikan tugas dinas ke Bandung (lagi). Rejeki blogger soleh, bersahaja dan menggemaskan.

Dan setelah semua urusan pekerjaan sudah selesai, saya pun bergegas menuju Dago Pakar, tempat si kedai kopi berada.
Hanya sedikit orang pengunjung yang terlihat saat saya sampai. Cukup mengejutkan, karena menurut 'teman' saya itu, kedai ini adalah salah satu kedai kopi yang hits di Bandung saat ini. Mungkin saja karena hari kerja, dan masih pukul tiga sore, jadi masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Tapi, tentu saya senang dengan suasana yang sepi seperti ini. Menikmati kopi menjadi lebih syahdu 😁


Kedai kopi ini berbentuk rumah kayu kecil yang sederhana, namun terlihat cantik di bawah naungan pohon pinus yang tinggi menjulang. Didepannya berjejer bangku dan meja panjang yang juga bernuansa kayu. 'Dibiarkan' begitu saja, menyatu dengan pepohonan disekitarnya.
Di samping kedainya, ada area yang diberi atap. Entah ditujukan untuk apa, berhubung pengunjung leluasa merokok di segala area Armor Kopi ini.

Di dalam kedai pun tersedia satu area duduk, di sudut dekat pintu, hanya saja sepi peminat. Mungkin saat kepepet, sudah tidak ada tempat duduk kosong di luar atau karena tidak mau melihat mantan yang sedang bermesraan dengan kekasih barunya di dekat pohon pinus, baru ada yang mau duduk di situ.
Maklum, siapa yang ingin melewatkan sejuknya alam di tengah hutan pinus sambil menyeruput secangkir kopi nan hangat. Keasriannya juga menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para selfieholic, untuk mengabadikan muka masing-masing dengan latar belakang yang mempesona. Ijo royo-royo.


Plastik-plastik berisi biji kopi berjejer rapi di samping kasir. Harumnya tipis-tipis menyeruak.
Biji-biji kopi (roasted) memang harus selalu dalam wadah tertutup, sehingga tetap terjaga kesegarannya. Walau tetap tidak boleh lebih dari dua bulan juga. Begitu kata artikel yang saya baca.

Saya lalu memesan Liberica (lupa tanya yang dipakai dari daerah mana), dengan seduh manual pakai V60.

Di Armor Kopi ini (Arabica Multi Origin. begitu singkatan yang tertulis di logo kedai) menyediakan tiga jenis kopi yaitu Arabika, Robusta, dan Liberica, dari berbagai daerah di Indonesia. Ada juga menu Special Coffee seperti Luwak East Java, Luwak Robusta dan Luwak Liberica.

Saat ini, di Indonesia, sudah banyak kedai kopi yang mengkhususkan diri dengan hanya menyajikan kopi yang diseduh manual ala third wave coffee shop. Kedai Armor Kopi ini sepertinya salah satunya. Hampir semua metode seduh manual populer ada di sini. Yang tidak tersedia cuma calon pendamping saja, seperti yang tertulis di papan menu.


Liberica dengan V60 pun tidak lama diantar akang ber-sweater putih dengan senyum terkembang. Racikan manual brew dengan V60 ini sudah menggoda sejak pertama kali saya coba di Dreezel Coffee. Saya langsung jatuh cinta pada seruputan pertama.

Dengan udara Dago yang adem-adem manja, 'menu ringan' ini pas untuk menemani saya menikmati sore di Bandung Utara dengan penuh khidmat 😁
Sensasi mangga menyeruak di setiap seruputan. Ah, sungguh sore yang indah.

Pishang Gowreng yang manis dengan parutan keju diatasnya, menjadi teman ngopi saya. Pilihan yang sudah tentu baik adanya. Kopi dan pisang goreng itu padanan yang selalu pas. Tidak pernah mengecewakan, pemirsa.

Surga Merona Merah 😝
Pishang Gowreng
Armor Kopi di tengah Taman Hutan Raya Djuanda Bandung ini menjadi tempat pelarian yang pas, dengan bonus kopi nikmat. Walau harus ada sedikit 'pengorbanan' untuk kesini. Karena letaknya di dalam TAHURA, jadi harus bayar retribusi masuk dulu sebesar 12rb.
Tapi posisinya persis di samping tempat parkir (pintu I), jadi tidak terlalu jauh jalannya. Hanya masuk sebentar, lalu belok kiri.

Semakin sore, semakin banyak yang datang. Kesyahduan ngopi pun sedikit demi sedikit mulai tergerus.
Gelak tawa pemuda-pemudi harapan bangsa, riuh karyawan BNN Bandung di depan saya, juga gelegar suara ibu-ibu yang menyanyikan lagu-lagu perjuangan dengan penuh semangat, seolah memberi saya tanda untuk beranjak dari tempat ini.

Kedai kopi ini memang 'di-setting' untuk didatangi beramai-ramai.
Ada yang mau menemani saya kesini lagi lain kali?
Dibayarin juga boleh. Saya ikhlas menerimanya 😉


Tapi, sendiri atau serombongan, tetap ada kisah indah tentang Armor Kopi, seperti cerita kasih Yura Yunita yang berawal dari tatap itu 😊

Mari tuang lagi kopi kita kawan!


Tabe!



PS:
Sayang per Oktober 2016 lalu, kedai Armor Kopi (bersama tempat usaha lain) di dalam Pintu I Taman Hutan Raya Djuanda ini sudah ditutup karena masalah perizinan.
Alamat barunya: Jl. Legok Randu 46B, Cimenyan, Bandung (hanya beberapa ratus meter dari lokasi awal). Jam buka: 08.00 - 22.00.
Mengenai hal ini, selengkapnya bisa dibaca di sini 👈 klik ya 😉, atau ke akun Instagram-nya: @armorkopi.garden.

Sabtu, 07 Januari 2017

Sate Anggrek di Bandung

Harum daging bakar yang tercium saat saya turun dari angkot, membuat saya lalu melangkahkan kaki menuju ke arah sumber datangnya bau harum itu.
Tampak tiga orang laki-laki sedang membakar sate yang berjejer di atas tiga tungku pembakaran sepanjang satu meteran lebih (masing-masing).

Semakin dekat, harumnya semakin terasa. Membangkitkan nafsu.
Nafsu makan tentunya 😁



Saya yang pecinta sate ini pun memutuskan untuk memuaskan 'nafsu' itu terlebih dahulu, sebelum mencari si kedai kopi berpintu biru; Blue Doors.

Warung tenda pinggir jalan itu bernama Sate Anggrek (H. Ahmad Nawawi). Sesuai dengan nama jalan tempat warung ini berdiri.
Saat itu hanya saya yang datang membeli. Ternyata mereka baru saja membuka 'lapak' satenya. Berarti saya pertamax, kalau kata para kaskuser. Namun karena sudah ada sate yang matang, jadi saya pun tidak terlalu lama menunggu. Dan 'nafsu' itu pun bisa segera terpuaskan.


Saya memesan sate sapi.
Dagingnya empuk. Tidak bau amis atau bau prengus, apalagi bau keringat.
Karena ini adalah sate madura, jadi bumbunya adalah bumbu kacang. Dan seperti biasa, bumbu kacang itu tidak pernah mengecewakan. Selalu enak, siapapun peraciknya.
Entahlah. Mungkin karena saya memang dasarnya menyukai sate madura, jadi bawaannya enak saja. hahahaha. upssst.

Tapi tidak hanya sate sapi. Di warung tenda ini juga tersedia sate ayam, sate kambing (14rb/10 tusuk), soto ayam, soto sulung (12rb/porsi), sate telor (3rb/tusuk) dan baso tahu (2rb/biji).

bumbunya meleleh cyiiiin 😉
Sepertinya warung ini mulai buka sekitar pukul 4 sore. Kata pengunjung lain, datanglah lebih awal, sebelum tempatnya mulai ramai orang yang berdatangan.

Letaknya strategis, pas di belokan, persimpangan antara Jl. Riau dan Jl. Anggrek. Persimpangan kedua setelah Taman Pramuka (kalau dari arah Jl. Juanda). Tepat di samping Suis Butcher Steak House.


Tabe!