Selasa, 17 Juni 2014

Jagung Titi; Produk Turun Temurun Adonara

"Kami lagi makan jagung titi nih"
Foto dari sini
Gara-gara pesan sangat sangat singkat diatas dari seorang teman di kampung, membuat saya mendadak 'ngidam' panganan sederhana dari jagung itu. Terakhir saya menikmatinya (jagung titi) sekitar 2 tahun lalu di rumah om saya.

Tepat di sebelah timur pulau saya tercinta, Flores, ada sebuah pulau kecil yang bernama P. Adonara. Pulau dengan luas 509 km2  itu berada dalam gugusan Kep. Solor. Dari sanalah tradisi turun temurun membuat jagung titi ini berasal.

P. Adonara yg ditandai
Dulu waktu masih SD, kadang Ayah saya suka membeli sampai sekarung (ukuran 25-50 kg). Maklum dulu masih sangat murah. Tapi sekarang juga masih terhitung murah, karena untuk satu mangkuk jagung titi dihargai sekitar Rp 15.000 - 20.000 saja (semoga belum naik :D).
Proses pembuatannya yang dikerjakan secara manual, satu per satu, menjadikan harga jual segitu terasa masih murah. Tak sebanding.

Jagung yang sudah disiapkan, pertama-tama disangrai terlebih dahulu dalam periuk tanah. Kemudian butiran jagung yang masih panas di dalam periuk itu diambil, lalu satu per satu biji jagung di-titi (dipipih) dengan pemukul batu, diatas sebuah alas dari batu juga, hingga menjadi sejenis keripik.
Proses pembuatan dengan pemipihan/titi tadi yang menjadi asal muasal nama jagung titi itu.

Tau keripik melinjo?
Kurang lebih bentuk jagung titi tadi ya seperti itu. Hanya saja, keripik melinjo cuma dijadikan semacam cemilan pelengkap saat makan nasi, tapi kalau jagung titi merupakan makanan pokok (selain nasi) bagi masyarakat Adonara.

Berdasarkan penelitian, jagung titi mengandung energi sebesar 374 kilokalori, protein 9,4 gram, karbohidrat 79,1 gram, lemak 2,2 gram, kalsium 14 miligram, fosfor 142 miligram, zat besi 2,9 miligram, dan vitamin B1 0,2 miligram.
Ya namanya juga jagung, pasti bisa bikin kenyang.

Tapi, mengkonsumsi jagung titi secara langsung hanya dianjurkan bagi pemilik rahang-rahang 'terlatih' dengan kontur kuat ala orang-orang Flores saja (seperti saya. hehe). Kalian yang belum terbiasa, biar rahang tidak letih, ada baiknya jagung titi tersebut digoreng lagi agar menjadi sedikit lunak.
Ditemani segelas kopi/teh panas di sore hari, pasti akan sangat nikmat sekali.

Lidah mencecap. Tradisi lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar