Jumat, 28 Oktober 2016

[Photo]: Koleksi Istana Kepresidenan RI

Sebuah istana, sejak dulu, biasanya selalu dipenuhi dengan hiasan berupa karya-karya seni yang berkualitas tinggi. 'Kebiasaan' itulah yang mungkin mendasarkan Bung Karno-Proklamator Kemerdekaan & Presiden Pertama RI-untuk membawa koleksi-koleksi lukisan miliknya ke Istana Kepresidenan agar bisa dipajang di sana. Selain itu, beliau juga selalu menyempatkan diri untuk menambah koleksi-koleksi tersebut, bahkan mengangkat beberapa orang seniman sebagai pelukis istana.
Total koleksi seni yang tersebar di setiap Istana Presiden ada sekitar 15.000 lebih, dengan 2.800 diantaranya adalah koleksi lukisan dari seniman ternama Indonesia dan mancanegara.

Namun sayangnya, koleksi-koleksi itu hanya sedikit yang dipajang di masing-masing Istana Kepresidenan. Sebagian besarnya cuma disimpan di gudang. Walau proses perawatan tetap rutin dilakukan.
Lebih disayangkan lagi, sedikit koleksi yang dipajang itu pun tidak bisa dilihat oleh masyarakat umum. Seperti kata Presiden Jokowi dalam sambutannya; "Masyarakat tidak bisa menikmati, masyarakat tidak bisa menghargai, mengapresiasi, sehingga masyarakat tidak merasa ikut memiliki".

Hal itulah yang mendasari Istana Kepresidenan RI menggelar pameran sejumlah koleksi lukisan dan foto-foto kepresidenan. Agar masyarakat (terutama anak muda) bisa melihat, sekaligus belajar nilai-nilai kejuangan dan persatuan melalui karya-karya tersebut.
Pameran yang juga dibuat dalam rangka menyambut dan menyemarakkan perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 ini diselenggarakan sepanjang bulan Agustus lalu (2-30 Agustus 2016), di Galeri Nasional Indonesia, Jl. Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta.

Dengan mengusung kisah-kisah narasi kemerdekaan, pameran ini diberi tajuk "17/71: Goresan Juang Kemerdekaan", dengan menampilkan 28 lukisan yang berasal dari 21 pelukis, 100 foto kepresidenan, dan 9 buku tentang koleksi lukisan Istana Kepresidenan.
Proses kuratorial untuk pameran ini dilakukan oleh ahli seni rupa Mikke Susanto dan Rizki A. Zaelani, dengan memakan waktu selama satu tahun.

Koleksi-koleksi lukisan Istana Kepresidenan yang ditampilkan di pameran itu seperti lukisan Laskar Rakyat Mengatur Siasat I (1946), lukisan Affandi di atas kain (sambungan) yang pada mulanya dijadikan sebagai poster (untuk menggelorakan perlawanan) namun diminta oleh Bung Karno untuk dipajang sebagai lukisan.

Affandi
Laskar Rakyat Mengatur Siasat I
130x155 cm, 1946, oil on canvas
Ada juga tiga lukisan potret, yaitu Potret R.A. Kartini (1946/7) oleh Trubus Sudarsono, Potret Jenderal Sudirman (1956) oleh Gambiranom Suhardi, dan Potret H.O.S. Tjokroaminoto (1946) oleh Affandi.


Lukisan potret pahlawan lain adalah lukisan Pangeran Diponegoro Memimpin Perang (1949), karya Basoeki Abdullah. Lukisan ini dikerjakannya di Belanda, bertepatan dengan diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Lukisan ini diberikan Basoeki Abdullah kepada Presiden Sukarno antara tahun 1950-1955.
Lukisan lain karyanya antara lain Potret Hatta, Potret Ibu Rahmi Hatta, Potret Mr. Mohamad Roem, dan Potret Sultan Hamid II.

Basoeki Abdullah
Pangeran Diponegoro Memimpin Perang
120x150 cm, 1949, oil on canvas
Ada juga lukisan Diponegoro (1947) oleh pelukis Sudjono Abdullah, kakak dari Basoeki Abdullah.

Sudjono Abdullah
Diponegoro
102x82,5 cm, 1947, oil on canvas
Lukisan tentang Pangeran Diponegoro yang lain adalah karya Raden Saleh yaitu Penangkapan Pangeran Diponegoro (1857). Lukisan ini mungkin yang paling menyita perhatian pengunjung, karena sebelumnya hanya bisa dilihat di buku pelajaran sejarah di sekolah.
Lukisan ini juga menjadi yang tertua dari semua lukisan yang dipamerkan.

Raden Saleh
Penangkapan Pangeran Diponegoro
Lukisan yang menggambarkan saat masa-masa perjuangan (selain lukisan Affandi di atas tadi), seperti : Persiapan Gerilya (1949) oleh Dullah, Biografi II di Malioboro (1949) oleh Harijadi Sumadidjaja, Kawan-kawan Revolusi (1947) oleh S. Sudjojono, dan Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek (1964) oleh S. Sudjojono.

Dullah
Persiapan Gerilya
178x197 cm, 1949, oil on canvas
Harijadi Sumadidjaja
Biografi II di Malioboro
180x200 cm, 1949, oil on canvas
S. Sudjojono
Kawan-kawan Revolusi
95x149 cm, 1947, oil on canvas
S. Sudjojono
Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek
175x250 cm, 1964, oil on canvas
Di salah satu ruangan pameran, terpajang koleksi lukisan-lukisan yang 'Indonesia banget', seperti lukisan penari Bali karya Srihadi Soedarsono yang diberi judul menggunakan nama putri pertamanya yaitu Tara.
Juga lukisan lain seperti Gadis Melayu dengan Bunga (1955) oleh Diego Rivera, Empat Gadis Bali dengan Sajen (sekitar 1933-1936) oleh Miguel Covarrubias, dan Kehidupan di Borobudur di Abad ke-9 (1930) oleh Walter Spies.

Srihadi Soedarsono
Tara
140x140 cm, 1977, oil on canvas
Diego Rivera
Gadis Melayu dengan Bunga
Miguel Covarrubias
Empat Gadis Bali dengan Sajen
90x70 cm, 1933-1936, oil on canvas
Walter Spies
Kehidupan di Borobudur di Abad ke-9
65x80 cm, 1930, oil on canvas
Selain lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro dari Raden Saleh, ada juga lukisan lain yang tak kalah menyita perhatian pengunjung pameran yaitu lukisan berjudul Rini (1958). Lukisan ini dibuat oleh Presiden Soekarno berdasarkan sketch lukisan yang tidak selesai dikerjakan oleh Dullah, si pelukis Istana Presiden kala itu.

Begini kisahnya yang ditulis Dullah dalam buku koleksi lukisan Sukarno :
"Selang beberapa waktu jang lalu Bung Karno pergi beristirahat di Bali. Dullah, pelukis Istana Presiden, diadjaknya. Seperti biasa Dullah di Bali mentjoba membuat lukisan. Tetapi baru sadja dibuat garis-garis tjenkorongan (sketch) yang belum berarti telah ditinggalkannja kembali ke Jakarta dan tidak dikerdjakannya lagi. Pada bulan Nopember masuk Desember tahun 1958 Bung Karno kembali lagi ke Bali beristirahat selama sepuluh hari. Dullah tidak ikut. Tahu-tahu selama sepuluh hari. di Bali Bung Karno melukis menjelesaikan sketchnya Dullah hingga selesai menjadi sebuah lukisan seperti jang tertjantum dalam halaman ini. Tentu sadja banjak dibuat perobahan-perobahan dan tambahan-tambahan dari sketch semula."

Ir. Sukarno
Rini
50x70 cm, 1958, oil on canvas
Yang juga menyita perhatian adalah lukisan yang menjadi latar belakang pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Lukisan berjudul Memanah karya Henk Ngantung ini bahkan menjadikan Bung Karno sebagai model saat menyelesaikan bagian lengan yang belum sempurna.

"Lukisan bagus. Ini sebuah simbol bangsa Indonesia yang terus, terus dan terus bergerak maju", begitu kata Sukarno saat pertama kali melihat lukisan ini.

Namun karena lukisan yang dibuat di atas tripleks itu sudah mulai koyak, maka dibuatlah reproduksi orisinalnya oleh Haris Purnomo.

foto pas pembacaan proklamasi kurang jelas terlihat lukisannya, jadi diambil yang ini.
lokasi foto ini sama juga yaitu teras rumah Bung Karno.
pic: historia.id
Henk Ngantung
Memanah
153x153 cm, 1943, oil on plywood
Reproduksi orisinal oleh Haris Purnomo, atas inisiatif Istana Presiden
Lukisan-lukisan lain yang tidak sempat difoto oleh saya (lowbat :D), antara lain : Pertempuran di Pengok (1949) oleh Kartono Yudhokusumo, Di Depan Kelambu Terbuka (1939) oleh S. Sudjojono, Awan Berarak Jalan Bersimpang (1955) oleh Harijadi Sumadidjaja, Mengungsi (1950) oleh S. Sudjojono, Sekko (Perintis Gerilya) (1949) oleh S. Sudjojono, Ketoprak (1950) oleh Soerono, Margasatwa dan Puspita Nusantara (1961) oleh Lee Man-Fong, Penari-penari Bali Sedang Berhias (1954) oleh Rudolf Bonnet, Kerokan (1955) oleh Hendra Gunawan, Fadjar Menjinsing (1949) oleh Ida Bagus Made Nadera, dan Pantai Karang Bolong (tahun tak terlacak-sekitar 1950an) oleh Mahjuddin.

Selain ke 28 lukisan di atas, seperti yang sudah disebutkan, ikut pula dipamerkan 100 foto dokumentasi tentang aktivitas para Presiden Indonesia-khususnya Bung Karno-yang terkait dengan seni rupa.

salah satu sisi dinding di ruangan pameran foto
Mengenai pameran ini, saya setuju dengan statement dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Anies Baswedan (sekarang sudah mantan) saat pembukaan pameran :
"Kami berharap dari sini kita menyadari lagi, mengingatkan ulang, bahwa bangsa kita adalah bangsa yang kreatif. Karya-karya lukis kreatif, bagi sekolah, bagi guru-guru, adalah kesempatan untuk mengingatkan kembali bahwa yang disebut sebagai prestasi dari anak-anak kita bukan saja prestasi akademik di bidang-bidang yang diujikan secara standar, tapi juga prestasi-prestasi bidang kreatif, utamanya pada bidang seni."

Nong Gupi menunggu giliran untuk registrasi, sebelum masuk tempat pameran
Dan seperti yang saya sampaikan ketika mengobrol dengan guide pameran, harapannya semoga kegiatan ini bisa digelar secara rutin kedepannya, dan kalau boleh muluk-muluk, semoga bisa dibuatkan satu museum besar khusus untuk menampung sekaligus memamerkan semua koleksi dari Istana Kepresidenan yang belasan ribu itu, agar bisa dinikmati oleh masyarakat.



Tabe!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar